NELAYAN & SANG PENGHUBUNG ITU.

 6 juli 2019.


Di awal etappe kedua ini tanjakan terjal langsung menyergap, jalanan terlihat masih basah dimana sedari subuh hujan terus mengguyur ditengah musim kemarau di kecamatan ini. Walaupun udara masih dingin namun karena langsung menanjak, kalori hasil sarapan sebelumnya sepertinya langsung terbakar habis.

Gisting yang berada di dataran tinggi di kaki gunung Tanggamus adalah salah satu Kota penting yang ada di Kabupaten Tanggamus. Sebagai daerah pusat perekonomian, juga salah satu destinasi wisata andalan Prov. Lampung, berada di ketinggian ± 700m dpl dengan suhu udara sekitar 18-25 °C.

Selain wisata alam tempat itu terkenal juga sebagai sentra produksi sayur mayur dan tanaman bunga yang mana hasilnya dipasok ke Kota agung maupun Bandar Lampung. Mayoritas penduduk dikota ini beragama Islam berlatar belakang suku Jawa, Sunda, Lampung, Padang dll.

Setelah pendakian selesai medan mulai bersahabat, menurun panjang berliku melewati banyak lahan pertanian yang sebagian tampak sedang di panen. Meluncur dari puncak ketinggian 800 menuju 4 Mdpl dapat dilalui dengan cepat. Disatu kesempatan saya melihat ada sedikit keramaian yg ternyata adalah tempat tujuan wisata, saya sempatkan mampir ke lokasi wisata itu yang bernama Air terjun Way Lalaan.

Untuk masuk ke area air terjun tsb, pengunjung tak perlu merogoh kocek yang dalam, hanya perlu membayar tiket sebesar Rp 10.000,- sudah termasuk parkir.

Nama Air Terjun Way Lalaan berasal dalam bahasa Lampung dari kata 'way' yang artinya Sungai dan Lalaan yang artinya "bermuara" ke Teluk Semangka. Air terjun ini memiliki ketinggian kurang lebih 15m.

Air terjun Way Lalaan ini dikelola oleh Dinas Pariwisata Tanggamus bekerjasama dengan Komunitas sadar wisata desa setempat. Fasilitas untuk wisatawan cukup memadai, mulai dari kamar mandi, mushola serta area parkir yang luas juga tersedia kios2 penjual makanan untuk para pengunjung.



Di kawasan air terjun Way Lalaan 1 ini didominasi oleh batuan besar, air yang turun menuju kolam besar dimanfaatkan oleh para pengunjung untuk berenang, selain bersih juga menyegarkan. Air sungai ini nantinya akan menuju ke Air Terjun Way Lalaan 2 dihilirnya.

Selain berenang terdapat juga kawasan perkebunan durian. Bahkan saat musimnya tiba, pengunjung bebas makan durian yang tersedia di pohonnya. Ada tim khusus yang akan membantu memetik durian, namun bagi pengunjung yang ingin mengambil sendiri juga dipersilakan.

Di tempat itu saya menghubungi Iqal kitting yang berada di Kota Agung. Nama tersebut direkomendasikan oleh Iwan Setyawan seorang pehobi sepeda di Bandar lampung yang sempat bertemu di event sepeda di kota Bogor tempo hari. Namun sayang saat saya hubungi di Bandar Lampung ternyata Iwan tengah bekerja di luar kota sehingga kita tidak sempat bertemu.

Saat dihubungi Iqal tengah bersepeda bersama komunitasnya. Sayapun sampaikan maksud dan tujuannya, akhirnya kita sepakat untuk bertemu di bengkel sepeda miliknya di sebuah jalan utama di Kota Agung sehingga mudah ditemukan.

Setelah sampai disana bengkelnya terlihat sederhana namun terlihat ada gairah. Selain menjadi mitra sebuah toko penjual sepeda di kota tersebut untuk hal perbaikan, tempat tersebut juga menjadi sekretariat GOKAS (Goweser Kota Agung), sebuah media silaturahmi penggemar sepeda di kota itu.

Tak dinyana ia menyuguhi saya dengan Duren Jatohan yang baru diambil dari kebun miliknya, sehingga perjumpaan itupun disesaki oleh wangi Duren yang bisa menggoda siapapun pecinta buah dewa ini.   

Ia bercerita berbagai hal, tentang keberadaan komunitasnya, hasil nelayan yang over produksi hingga harganya anjlok, juga memberikan referensi tempat bermalam jika nanti saya tak mencapai target tujuan di etappe ini yaitu Ngaras, di Bengkunat.

Di akhir pertemuan mereka menawarkan diri untuk menemani saya sampai rest area Semaka yang berjarak 30 km dari tempat itu. Awalnya saya keberatan dengan maksud baik tersebut, karena tak mau merepotkan, namun setelah dijelaskan bahwa saya akan melewati daerah Wonosobo dimana tempat tersebut merupakan daerah merah untuk dilewati terutama oleh orang baru seperti saya, akan sangat berbahaya. Sayapun menangkap kekhawatiran itu dan akhirnya menyerah untuk mau “dikawal” oleh 4 orang dengan memakai 2 motor trail!

Jalanan datar yang mulus dan sepi itu sepeda saya kayuh konstan. Satu motor dibelakang saya dan satu lagi standby di spot2 menarik untuk mengambil gambar, dalam kesempatan tersebut saya juga sempat menitipkan Gopro ke teman2 Gokas. Terik matahari terus menemani perjalanan, sesekali bus kecil antar kota melewati kami.

Beberapa kampung dilewati hingga saatnya kami memasuki sebuah pemukiman yang cukup besar, ternyata kampung itulah yang bernama Wonosobo. Secara kasat mata tak ada sesuatu yang aneh atau mecurigakan, sama seperti kampung2 lainnya yang pernah saya lewati sebelumnya, lengang dan sepi. Kecuali di depan pasarnya yang agak sedikit ramai. (di etappe selanjutnya ada pengakuan dari salah seorang korban di daerah tsb).

Sesekali para petouring motor gede dari Jakarta melewati dan menyapa saya dengan melambaikan tangannya, rupanya jalur ini menjadi favorit para biker yang hendak menuju Krui ataupun Bengkulu. Sawah yang menguning menghampar luas diselingi pohon2 kelapa dan pertemuan dua sungai besar mengantar kami tiba di rest area Way Kerap Kec. Semaka di jalan raya lintas barat Lampung itu.

Lokasi yang dijadikan tempat beristirahat oleh para pemakai jalan antar kota ini sejatinya adalah Komplek Masjid besar Kec. Semaka. Fasilitasnya cukup representative, tempatnya luas, bersih dan tersedia juga kios2 kecil penjual makanan. 

Pada saat itu terlihat banyak pengunjung memanfaatkan waktunya untuk beribadah dan makan siang. Beberapa tampak takjub melihat sepeda saya yang dilengkapi dengan beberapa barang dan bertanya2 darimana dan mau kemana.

Setelah kami tiba dengan selamat di tempat tsb, teman2 dari Gokas pamit undur diri untuk kembali ke kota Agung, tak lupa saya mengucapkan terimakasih atas kebaikan teman2 selama di perjalanan ini ✌✌.

Sejam setelah saya beristirahat di tempat tersebut untuk makan dan beribadah, perjalanan saya lanjutkan. Matahari mulai bersahabat, persediaan air di bidon sudah terisi penuh, aman. Selepas rest area jalanan datar2 saja namun tak lama kemudian berbelok dan di depan mata terlihat tanjakan yang begitu terjal. Beberapa orang tampak sedang bernaung di sebuah pos sederhana, ternyata mereka sedang menunggu untuk membantu apabila ada kendaraan yang tak kuat menanjak.

Berbekal tenaga yg tadi sudah diisi ulang di rest area, sepeda saya gowes perlahan karena gradientnya kl. 20% sepanjang 2 km. Setelah itu kondisi jalan mulai rolling, naik dan turun bergantian sementara mendung mulai menggayut yang tak lama kemudian hujanpun turun dengan derasnya.

Melihat di depan ada rumah sederhana sayapun mencoba berlindung disana. Untuk memberi tanda bahwa saya numpang berteduh, pintunya saya ketuk namun tak ada respon, akhirnya saya duduk di kursi bambu. 

Suasana hutan sudah mulai terasa terlihat dari pohon2nya besar menjulang dan bunyi satwa hutan yang terus bersahut2an, sepertinya saya sudah memasuki kawasan inti Bukit Barisan Selatan. 

Setelah sedikit reda sebuah motor yang mengangkut puluhan kelapa keluar dari jalan tanah disamping rumah, ia berhenti dan memanggil orang di rumah, tak lama seorang ibu2 tua membuka pintu dan mempersilakan bapak2 yang membawa kelapa itu untuk memasukan barang2nya kedalam. Dikesempatan itu saya sempatkan minta ijin untuk sekedar berteduh di tempat itu.

Sang ibu sempat meminta maaf karena tadi ia tak menjawab salam saya diawal karena khawatir terhadap orang asing yang datang, sayapun mafhum di tempat yang sesepi itu di hutan pula. Ia bertanya “hendak kemana!?” saya jawab ke bengkunat “masih jauh pak, apalagi ini sudah sore tak aman bila melintasi Bukit Barisan, hutannya rimbun juga banyak binatang, termasuk harimau” wow! Ibu itupun menyarankan saya untuk kembali saja ke rest area tadi untuk menginap dulu disana.

Waduh, perjalanan sudah berat masa harus diulang lagi besok, ujar saya dalam hati. Teringat pesan teman2 Gokas bahwa sebelum melintasi kawasan BBS akan ada kantor pengelolanya. Saya kroscek keberadaanya itu ke si ibu dan ternyata benar, iapun menyarankan saya untuk mencobanya juga kesana. Setelah saya kembali ke sadel sepeda ternyata kantor tersebut jaraknya sudah tak terlalu jauh.

Sebuah bangunan permanen dengan nama instansi Taman Nasional BBS terlihat jelas di depan saya masuki, kepada petugas yang berjaga saya memohon ijin untuk numpang menginap, saya perlihatkan juga kartu identitas. 

Sang Petugas yang berasal dari Pringsewu itupun mengijinkan saya untuk bermalam. “Tidurnya nanti di ruangan bersama dengan Polisi Hutan yang besok akan berpatroli” ujarnya, sayapun mengiyakan, alhamdulillah.

Sebagai pendatang baru di pulau ini sayapun penasaran tentang keberadaan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) ini. saya ajak berbincang petugas2, menurut penuturannya tempat itu telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatra oleh UNESCO pada tahun 2004 dan masuk dalam Global 200 Ecoregions oleh WWF untuk habitat darat, air tawar, dan laut di bumi yang paling mencolok dari sudut pandang biologi.

Keberadaan taman nasional ini sangat penting sebagai tempat konservasi dan perlindungan badak, gajah, dan harimau Sumatra yang populasinya terus berkurang dan terancam punah. Juga untuk melindungi ekosistem hutan hujan tropis dan segala kekayaan alam yang ada di dalamnya.

TNBBS yang berada dibawah kementerian LHK ini berdiri di atas lahan seluas 350 ribu hektare dan lokasinya meliputi wilayah Lampung Barat dan Tanggamus di Provinsi Lampung dan Kabupaten Bengkulu Selatan di Provinsi Bengkulu.

Magribpun tiba, perlengkapan mandi dan tidur saya bongkar dari tas sepeda. Air di bak mandi yang berasal dari hutan menyegarkan kembali tubuh ini. Ketika sedang beristirahat setelah magriban terdengar ada perbincangan di lobi kantor, tak lama seorang petugas datang dan menyampaikan ada tamu yang mencari. Dengan penasaran sayapun ke depan untuk menemuinya.

Tamu yang mencari saya ternyata sudah dikenal oleh para petugas dikantor itu. Ia memperkenalkan diri sebagai kepala dusun di daerah ini. Setelah saya tanyakan keperluannya apa, ternyata Pak Kadus itu ditelepon oleh Polsek setempat dan menanyakan apakah nama saya sesuai dengan KTP yang dilaporkan ke petugas jaga kantor ini sore tadi? Saya bilang betul. “Nanti akan ada petugas datang yang ingin bertemu” katanya.

Seribu satu pertanyaan berkecamuk, ada apa nih? Namun saya curiga ini adalah kerjaan teman saya yang di Polda itu lagi. Ternyata benar tak lama kemudian sebuah mobil Patroli Polsek memasuki tempat parkir. 2 orang personil keluar menjinjing 2 buah tas, persis seperti kejadian di Gisting kemarin.

Setelah memperkenalkan diri 2 orang petugas itu menyampaikan permohonan maaf kalau Kapolsek tak bisa datang, “Beliau hanya menitipkan ini untuk bapakkatanya sambil memberikan 2 tas tersebut. Rupanya betul teman tersebut menghubungi Kapolsek setempat setelah saya shareloc keberadaan terakhir saya. Setelah berbincang cukup lama merekapun pamit undur diri.

Pak Kadus dan para petugas disana bertanya2 siapakah saya ini !? Akhirnya suasanapun cair kembali saat pak Ardi sebagai Petugas jaga mengajak kita makan malam bersama dilengkapi dengan oleh2 dari pak Kapolsek tadi.



Bersambung

 

Comments

Popular Posts