Kota besar yang bersih.

 


Kamis, 4 Juli 2019.

Sambil menunggu hari semakin terang, sayapun mulai menyaring lagi berbagai informasi, termasuk tempat penginapan terdekat dengan terminal yang resik ini via google maps. Segelas kopi Lampung yang disodorkan ibu pemilik warung, menjadi pembuka pembicaraan di pagi itu. Ia menyebutkan beberapa tempat penginapan yang bisa dipilih.

Ojekpun menjadi pilihan untuk mengantar saya survey ke beberapa tempat itu. Akhirnya sebuah penginapan milik seorang dosen di Unila menjadi pilihan terakhir. Tempatnya yang asri dan harga kamar yang bervariasi, memudahkan saya untuk menyesuaikan dengan anggaran yg sudah direncanakan sebelumnya.

Sebuah kamar berharga 100rb berukuran 2x3 m dengan fasilitas kamar mandi yang bersih dan sebuah kipas angin menggantung di dinding, cukup untuk sekedar beristirahat semalam, menjadi pilihan terbaik saya. Selain harganya yang terjangkau, kondisi lingkungannya pun tenang. Tempat yang tak jauh dari Universitas Lampung ini juga dekat dengan terminal Rajabasa. 

Sang receptionis menyampaikan bahwa saya bisa memakai kamar tersebut setelah jam 14 nanti, karena kamarnya masih terisi, katanya. Sayapun mafhum, karena aturan di penginapan memang seperti itu. Setelah membayar, saya kembali ke terminal untuk mengambil sepeda yang saya titipkan ke ibu warung tadi. Karena tak ada angkot, dus khusus yang berisi sepeda itu saya angkut dengan cara digendong di ojek atas saran sang pengemudi itu sendiri.

Dus besar seberat 15 kg itu kami gendong dengan sedikit kesulitan, bukannya berat yg menjadi masalah, namun dimensinya yang besar membuat sulit untuk dipegang saat sudah berada di atas motor, untung jaraknya tak terlalu jauh hanya 1 km saja, akhirnya dengan susah payah kita bisa sampai di penginapan dengan selamat.

Sambil menunggu waktu cek-in saya sempatkan untuk merakit sepeda, tak lama kemudian teman disaat SMP datang mengunjungi. Teman lama ini saya dapatkan di WAG alumni yang ternyata sudah lama bekerja sebagai petugas kepolisian disana. Beliau datang memakai Baju dinas disertai oleh sang isteri sambil menenteng tas berisi oleh2 khas lampung sebagai bingkisan untuk saya. Setelah lama tak berjumpa, kamipun bertukar cerita.

Pertemuan pertama ini tak berlangsung lama karena beliau harus menuju suatu tempat dalam rangka tugasnya, di akhir pertemuan itu beliau mengajak saya nanti malam untuk melihat kota Bandar lampung dari dekat.




Sayapun melanjutkan kembali merakit sepeda hingga utuh. Hari semakin siang ketika cacing2 di perut mulai meronta2. Sebuah kedai makan ditunjukan oleh pegawai hotel, sambil bergegas karena hujan  mulai turun, saya tuju tempat tsb. Penjual makan menyampaikan bahwa ini adalah hujan pertama dikota ini setelah berbulan2 kemarau, katanya.

Satu sisi ini berkah karena tanaman sudah mulai terkena air lagi, disisi lain ada kekhawatiran hujan akan turun setiap hari diperjalanan nanti, bukan tak suka terkena hujan saat dalam perjalanan tapi hanya masalah kenyamanan saja.  

Sesuai janji, malam itu kami keluar dari hotel. Kota Bandar Lampung terlihat semakin berkembang karena sudah banyak perusahaan multi nasional yang beroperasi di provinsi ini, kotanya sendiri cukup rapi dan bersih, tak seperti kota tempat saya berasal. 

Tak dinyana kita ternyata menuju sebuah mall di kota ini, saya sedikit rikuh karena hanya menggunakan pakaian lapangan, sementara teman saya memakai pakaian rapi. Ia pun memahami kondisi tsb dan meyakinkan saya untuk tetap tenang.

Mall yang baru diresmikan setahun lalu ini tampak terawat dengan baik dengan fasilitas yang cukup lengkap bak di kota2 besar lainnya. Beberapa ekspatriat nampak terlihat hilir mudik sebagai tanda bahwa kota ini terbuka untuk orang luar. 

Saat menuju Food Court beberapa pengunjung memberikan hormat pada teman saya itu, setelah saya selidiki ternyata sang teman ini adalah seorang polisi yang berpangkat cukup tinggi dan pernah bertugas di berbagai posisi dan tempat, sehingga cukup dikenal juga disegani di provinsi ini. 


Bersambung

Comments

Popular Posts