Lautan Sampah.

bike to pulau


KOMODO
8 Des 2017.


Sesuai dengan kesepakatan, di pagi yang mendung ini saya berangkat menuju meeting point di Dermaga Pelabuhan yang tak jauh dari penginapan. Di tempat tersebut sudah menunggu beberapa perahu phinisi yang berkapasitas besar maupun kecil. 

Travel yang saya booking memberangkatkan tak lebih dari 11 peserta, yaitu 4 orang WNI dan 7 orang turis mancanegara. Karena jumlahnya sedikit, kamipun dimasukan dalam perahu yang kecil berukuran 12 x 2m dengan 2 orang crew kapal yang merangkap guide.

Perusahaan Travel itu membekali kami masing-masing Masker, Snorkle, sepasang Fin (kaki katak) dan Lunch Box beserta air mineral 1.5L. Sementara dari pemilik perahu menyediakan Kopi, Teh dan sesisir Pisang.

Perahu bermesin Diesel itu meninggalkan pelabuhan tepat pukul 6 pagi, dengan tujuan pertama menuju pulau Padar yang akan ditempuh selama 3 jam perjalanan. Sesendok Kopi segera saya seduh karena saat meninggalkan penginapan tadi petugas yang berjaga belum bangun. 

Dikejauhan tampak perahu lain menyusul kami, tak kurang dari 4 unit dengan beragam ukuran. Mataharipun mulai menampakan sinarnya ketika memasuki setengah perjalanan.

Beberapa pulau kecil yang gersang kami lewati. Burung-burung laut terbang rendah menyambar ikan-ikan kecil yang timbul dipermukaan. Perjalanan yang memakan waktu ini dimanfaatkan oleh beberapa peserta untuk tidur kembali, sementara di dek, dua orang Turis memanfaatkan hangatnya matahari dengan berjemur sambil membaca buku. 

Untuk menghilangkan bosan saya ajak ngobrol sepasang peserta yang datang dari Jakarta yang didampingi Guide lokal perempuan yang tampak tertidur pulas, mungkin tadi malam habis begadang. 

Laki2 yang berprofesi sebagai guru bahasa Indonesia untuk ekspatriat ini datang dua hari yang lalu menginap di sebuah hotel besar di pesisir selatan Labuan Bajo. Sementara isterinya yang berjilbab adalah seorang ibu rumah tangga biasa yang sengaja datang kesini untuk berlibur.

Di Labuan Bajo ini selain air bersih yang bermasalah, sampah2 juga menjadi hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah pusat. Tak hanya di daratan sampah tersebut terlihat namun juga di perairan, di selat antar pulau kecil ini banyak sekali sampah yang mengambang menjadikan pemandangan sedikit tak menyenangkan. 

Saya tak tahu apa yang ada di benak para Turis mancanegara melihat kondisi tersebut. Namun jika hal tersebut tidak diambil tindakan bisa jadi turis tak mau datang lagi ke tempat ini.

Perahu kayu yang bermesin Diesel ini dimiliki oleh pengusaha lokal, dioperasikan oleh dua orang crew yang berbeda tugas. Satu orang bertugas sebagai pengemudi sementara yang satu lagi berperan untuk mengatur fasilitas perjalanan. 

Menurut pengakuan salah seorang crew, sesaat setelah diumumkan kondisi siaga Gunung Agung sebulan lalu, tamu yang datang menjadi turun, apalagi setelah erupsi kemarin tamu semakin sedikit, ujarnya. 

Ditengah suasana kantuk yang mendera, suara mesin perahu tiba-tiba mengecil, ternyata pulau Padar sudah nampak di depan mata, rupanya tak lama lagi kita akan segera bersandar. Para pesertapun bersiap-siap untuk mendaki pulau dimana terdapat bukit yang menjulang tinggi. 

Crew perahu berdiri di buritan dengan jangkar di tangan yang tak lama kemudian ia lemparkan ke dalam laut, setelah terkunci dengan baik iapun menyiapkan tangga untuk kita pakai menuruni perahu menuju pantai pulau itu. 

Pantainya yang berpasir putih tampak berkilau terkena sinar matahari di siang yang terik itu, Pulau Padar yang mempunyai luas 41.000 ha ini biasanya dimanfaatkan pengunjung untuk berfoto ria dari ketinggian bukit  dengan latar belakang laut dan pantainya yang eksotis. Pulau ini rupanya sedang dibenahi di beberapa bagian mungkin untuk kenyamanan para pengunjung. 

Peserta tour bergegas menaiki bukit yang sebagian sudah bertangga permanen dan sedang di finishing di beberapa titik oleh sejumlah pekerja. Diantaranya sempat meminta rokok karena disana tak ada warung, katanya. sayang di tempat ini belum tersedia fasilitas toilet.

Setelah 30 menit berada di pulau itu, perahu kembali lepas jangkar untuk menuju tujuan selanjutnya yaitu pulau Komodo yang ditunggu-tunggu. Perjalanan yang memakan waktu hampir sejam,  dimanfaatkan oleh peserta untuk berfoto-foto. Sudah tak terlihat lagi yang tidur di geladak perahu.

Pulau Komodo yang mulai terlihat dari kejauhan, tampaknya tak berbeda dengan pulau-pulau lain, tampak gersang dengan menyisakan beberapa kerimbunan pohon di beberapa lembahnya. Perbedaannya di pulau ini terdapat dermaga permanen dengan tiang-tiang beton menyangga di bawahnya, sementara untuk kebutuhan penerangan tampak berdiri tiang-tiang lampu yang bersumber pada Solar Cell.

Tak lama bersandar di dermaga peserta diarahkan menuju bangunan dimana kita harus mengisi data sekaligus membayar tiket masuk yang terdiri dari beberapa kupon. Kesempatan itu saya manfaatkan untuk mengambil beberapa gambar suasana di tempat ini. 

Setelah registrasi selesai, kami dikumpulkan oleh Ranger untuk diberikan pengarahan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di pulau ini, termasuk juga untuk memilih jalur yang ingin dilewati. Berhubung mayoritas peserta sudah berumur, maka atas kesepakatan bersama, akhirnya kita memilih track yang tak terlalu jauh. 

Seekor Komodo dewasa tampak sedang beristirahat di keribunan pohon tak jauh dari tempat kami memulai perjalanan tadi. Ranger berseragam yang berasal dari penduduk asli pulau ini mempersilakan kami untuk mengambil gambar. Beberapa peserta dipersilakan berpose di belakang hewan tersebut dengan tetap mendapat pengawasan ketat dari Ranger.






Suasana pembagian kapal sebelum berangkat.

Beberapa perahu phinisi yang sedang ngetem.

Pulau-pulau gersang di selat komodo.

Sesaat menjelang sandar.

Salah seorang crew kapal sedang mempersiapkan jangkar untuk merapat di pulau Padar.

bike to pulau
Pemandangan dari puncak pulau Padar. 

bike to pulau
Sisi lain pantai di pulau Padar.

Sinar matahari yang melimpah dimanfaatkan oleh dua orang turis untuk berjemur.

bike to pulau
Gerbang utama pulau Komodo.

bike to pulau
Pose wajib saat anda mengunjungi pulau Komodo.

Komodo atau disebut juga Varanus komodoensis, adalah spesies kadal terbesar di dunia dengan panjang rata-rata  2-3 m. Habitat komodo di alam bebas ini telah menyusut akibat aktivitas manusia dan karenanya sebuah lembaga yang mengurus hewan-hewan liar bernama IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. 

Kadal besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.

Di alam bebas, komodo dewasa biasanya memiliki berat sekitar 70 kilogram, namun komodo yang dipelihara di penangkaran sering memiliki bobot tubuh yang lebih besar. 

Spesimen liar terbesar yang pernah ada memiliki panjang sebesar 3.13 meter dan berat sekitar 166 kilogram, termasuk berat makanan yang belum dicerna di dalam perutnya.

Komodo memiliki ekor yang sama panjang dengan tubuhnya, dan sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam sepanjang sekitar 2.5 cm, yang kerap berganti. 

Air liur komodo seringkali bercampur sedikit darah karena giginya hampir seluruhnya dilapisi jaringan gingiva dan jaringan ini sering tercabik selama makan. Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di mulut mereka.

Komodo jantan lebih besar daripada komodo betina, dengan warna kulit dari abu-abu gelap sampai merah batu bata, sementara komodo betina lebih berwarna hijau buah zaitun, dan memiliki potongan kecil kuning pada tenggorokannya. Komodo muda lebih berwarna, dengan warna kuning, hijau dan putih  berlatar belakang hitam.

Sekitar satu jam kami berkeliling di pulau komodo ini. Setelah puas pihak crew perahu mengajak kami untuk kembali ke kapal guna melanjutkan perjalanan. Berhubung jam makan siang sudah tiba, peserta dipersilakan untuk mengambil jatah masing-masing yang mana sudah dipersiapkan sebelumnya oleh crew kapal.

Disini suasana mulai mencair dimana kami sudah banyak berinteraksi satu sama lain, terdengar beberapa gurauan saat tadi pertama kali kami bertemu dengan komodo.

Tak terasa kami sudah sampai di tujuan selanjutnya yaitu Pink Beach, pasir di pantai ini dulunya berwarna ungu, namun seiring waktu, warnanya memudar dan sama saja dengan pantai di daerah lainnya, berwarna putih. 

Ditempat tersebut kami dipersilakan untuk turun ke pantai ataupun bersnorkling. Beberapa orang memilih terjun langsung ke air beserta alat kelengkapannya, rombongan perahu lain pun tampak melakukan hal yang sama.  

Tak jauh dari tempat itu terdapat Manta Point sebagai tujuan akhir dari perjalanan ini. Tempat ini berada di lautan lepas dimana banyak berkeliaran ikan Pari yang jadi buruan para penyelam, terutama wisatawan asing, dengan berlomba untuk mendekat dan berfoto dengan ikan-ikan tersebut. 

Ombak yang besar tidak menyurutkan nyali mereka walaupun mayoritas umurnya sudah tak lagi muda. Tak kurang dari lima perahu yang berhenti di tempat ini. Bagi yang tidak menyelam bisa menyaksikan ikan itu dari atas perahu yang pastinya tidak akan terlihat jelas. 

Menjelang sore penyelaman di laut tersebut dihentikan. Beberapa orang nampak bergembira bisa mengabadikan moment bertemu dengan ikan pari di layar Gopronya.

Perjalanan pulang kita tempuh selama 3 jam, beberapa orang tampak kelelahan setelah berburu ikan Pari yang cukup menguras tenaga itu. Mereka tidur bergelimpangan lagi di atas perahu. Langit jingga menjemput kita saat tiba di dermaga Labuhan Bajo.

Setelah istirahat sebentar di penginapan, saya mendapati kabar bahwa kunci pas 15 yang kemarin saya pesan ke Ryan tidak berhasil didapatkan, padahal kunci tersebut sangat krusial untuk membuka pedal sepeda. 

Jika tak ada kunci tersebut maka sepeda akan susah untuk dimasukan ke dalam dusnya dan akan merepotkan, karena maskapai penerbangan sangat ketat menjalankan aturan barang-barang yang bisa diangkut.

Dengan memanfaatkan waktu yang sempit menjelang magrib, akhirnya saya pinjam motor Bpk. Sil Satpam di penginapan untuk mencari kunci di toko yang masih buka. 

Setelah berkeliling dengan menanyakan ke beberapa tempat akhirnya disebuah bengkel sepeda motor salah seorang pegawainya menunjukan toko di seberang yang baru menutup pintu terakhirnya, setelah diketok pintu itu pun terbuka kembali dan barang yang saya cari itupun segera berpindah tangan.

Kontan setibanya di penginapan kunci tersebut saya langsung pakai untuk membuka satu pedal lagi yang tersisa, tetapi masih susah juga. Ternyata setelah saya telepon teman di Bandung bahwa untuk membuka pedal tersebut arahnya harus ke belakang seperti juga membuka pedal di sebelahnya, oalah dasar amatir.

Dengan terbukanya pedal tersebut, sepeda menjadi mudah untuk dimasukan ke dalam dus. Barang-barang lainnya berupa pannier dll saya packing di dus terpisah, sementara daypack saya sisakan untuk membawa laptop dan barang keperluan ringan saja.  

Bersiap terjun ke laut.

Setelah puas berenang.

Pink beach yang kini putih.

Deretan phinisi setelah mengantarkan tamu berkeliling pulau Komodo dsk.

Senja di teluk Bajo.




Comments

Popular Posts