KETEMU PESEPEDA DARI SIDNEY


bike to pulau
Berselisih jalan di Watuneso dengan dua orang ibu-ibu asal Sidney.


KOKA BEACH - MONI KELIMUTU
27 Nov 2017.


Pagi-pagi sesaat setelah menghidupkan Handphone, sebuah pesan muncul di wa yang menanyakan posisi saya. Pengirimnya Sahrul dari Bali yang mendapatkan informasi tentang perjalanan ini dari Wendi seorang pengelana bersepeda juga dari Bandung, yang mengetahui permasalahan saya di medsos yang beberapa hari lalu sempat dishare oleh Arsa.

Ia menanyakan kondisi terakhir di perjalanan, saya sampaikan posisi dan situasinya yang sudah terkendali terutama rem yang sempat bermasalah, iapun memberikan kontak selanjutnya yang bisa dihubungi di pulau ini bila terjadi sesuatu. Walaupun diantara kita belum kenal sebelumnya, namun di komunitas sepeda, saya merasakan persaudaraan kental terjadi.

Setelah menyiapkan sepeda beserta barang-barang yang sudah dimasukan ke dalam Pannier, saya membayar semua tagihan selama 2 hari tinggal di pantai Koka ini.

Kondisi jalan yang mendaki dan berbatu untuk kembali menuju jalur utama Trans Flores, membuat Blasius menawarkan diri mengangkut Pannier keatas dengan motornya, “Sekalian menjemput anak pulang sekolah..,” katanya.

Tawaran baik itu saya terima dengan senang hati, beliaupun segera mengangkat Pannier ke atas motornya. Tak lama kami bertemu lagi di jalan utama dan Pannier pun berpindah ke sepeda. Setelah bersalaman saya berjanji suatu saat akan mampir lagi.

Cuaca cerah dengan udara yang masih hangat, jalanan Trans Flores seperti biasa tampak sepi. Sesekali motor atau mobil berpapasan dan membunyikan klaksonnya sebagai tanda sapaan. 

Perkebunan kelapa yang menjulang tinggi menghiasi sebagian jalan raya Wolowiro ini. Beberapa penduduk sedang memapas ranting pohon yang sebagian menjulur ke jalan. Saat tiba di jalan yang menikung medan mulai terlihat mendaki berkelok-kelok untuk menuju Watuneso.

Di manual book yang saya baca sebelumnya, rute perjalanan ini akan terus mendaki, mulai dari 4 mdpl di Wolowiro hingga menuju ketinggian 900 mdpl di Moni Kec Kelimutu, dengan 3 puncak pendakian utama.  

Pedal saya kayuh dengan konstan. Di suatu turunan saya dikejutkan dengan seseorang yang datang memakai sepeda dari arah berlawanan, disusul oleh seorang lagi, ternyata keduanya perempuan, ibu-ibu ini ternyata sedang menikmati keindahan Flores dengan memakai sepeda lipat dengan Pannier di kiri kanannya.

Setelah masing-masing berhenti di bahu jalan, mereka bercerita bahwa perjalanannya itu dimulai dari kota Bajawa dengan tujuan akhir Maumere. Medan yang dilalui sangat berat katanya, tanjakan dan turunan yang curam berkelok-kelok menjadi tantangan terbesar, jauh berbeda dengan medan yang ada di negaranya.

Karena mengalami hal yang sama akhirnya kita mendukung satu sama lain. Setelah saling mengambil gambar dari kamera masing-masing, Carmel & Santi yang berasal dari Sidney ini pun meneruskan perjalanannya.

Di perbukitan Watuneso terlihat laut selatan dari beberapa sudut, kontras dengan pegunungan disampingnya yang berstruktur permukaan segitiga hal yang konon disebabkan oleh perombakan dan erosi sehingga menjadi lapuk.

Udara panas yang membakar kulit tetap setia menemani saya di perjalanan ini, persedian air di dua botol minuman sudah mulai menipis sementara belum satupun warung yang saya temukan.

Di beberapa lokasi, tebing-tebing yang pernah longsor masih menyisakan pasir di jalanan, sebagian berada di tikungan yang membuat saya harus berhati-hati, karena salah sedikit bisa saja tergelincir. 

Akhirnya setelah memasuki sebuah kampung, warung yang dicaripun saya temukan. Warung kecil berdinding bambu namun ada kulkas didalamnya dan setelah dicek ternyata menyimpan juga minuman Isotonik yang langsung saya ambil.

Selain minum air isotonik tadi, saya juga mengisi ulang botol minuman yang hampir habis. Saat menanyakan dimana ada warung yang menyediakan makanan berat, pemilik warung tersebut menyebutkan sebuah tempat yang katanya masih jauh dari sini. Maklum perut belum di isi, sementara matahari sudah condong ke barat. 

Jalanan semakin menanjak dengan elevasi yang cepat berganti. Tenaga mulai melemah, hingga tibalah saya di puncak pendakian. Dari sini terlihat ada sebuah perkampungan besar, sepeda pun saya gowes cepat sampai akhirnya berhenti di warung makan pertama yang saya temui, di Wolowaru ini, jam sudah menunjukan pukul 15.30.

Warung makan yang dimiliki pendatang dari Banyuwangi ini terlihat cukup nyaman, dimana ia membagi dua ruangan, satu ruang untuk makan dan satu lagi untuk ngopi. Ruangan untuk ngopi ini tak berdinding sehingga angin bisa leluasa masuk, kursinya terbuat dari hasil daur ulang ban mobil hingga terasa empuk saat diduduki.

Selesai makan sayapun minta kopi yang kemudian saya minum di ruang sebelah, dimana sudah ada seseorang yang tengah beristirahat juga. Setelah berbasa-basi ternyata orang tersebut pernah tinggal di Bandung selama kurang lebih 9 tahun saat berkuliah di Ikopin Jatinangor!

Begitu juga isterinya yang asli Ruteng adalah alumni Unpad. Mereka bertemu disana, hingga akhirnya menikah. Ia mengaku memahami bahasa Sunda sedikit, sehingga disela-sela perbincangan ia sempat menyelipkan beberapa kalimat yang membuat kita tertawa-tawa.

Dari penuturannya, ia bermaksud pergi ke Larantuka dari Bajawa memakai sepeda motor untuk urusan bisnis. Setelah kopinya habis ia pamit duluan  dan memberikan no HP yang dimilikinya andai saya membutuhkan bantuan selama saya berada di pulau ini. Tak lama ia pamit, sayapun berkemas untuk kembali meneruskan perjalanan. 

Setelah meninggalkan warung saya mulai melewati kota Wolowaru yang berfasilitas cukup lengkap walaupun terlihat sangat sederhana. Terminal antar kota, Kantor Polsek, Rumah sakit, Kantor Bank Nasional dan beberapa tempat pendidikan juga berdiri di kota kecamatan ini, sehingga membuat Wolowaru ini menjadi kota penghubung yang strategis antara kota Kec. Paga dan Kec. Moni.







bike to pulau
Longsoran yang menyisakan kerikil di tikungan yang bisa membahayakan pengendara roda dua. 

bike to pulau
Tikungan berbentuk hairpin yang banyak terdapat di Watuneso.

bike to pulau
Rumah makan pertama menjelang Wolowaru, dimiliki pengusaha asal Banyuwangi dengan kursi bekas ban yang terasa empuk.


Selepas Wolowaru jalan terus mendaki hingga daerah Moni yang menjadi tujuan akhir etappe ini jaraknya 15 km lagi. Hutan disamping kiri-kanan jalan yang ditumbuhi tanaman keras, memayungi jalan dengan dahannya yang rindang diselingi juga dengan kebun Kopi yang tumbuh subur. 

Walaupun jalan terus mendaki berkelok-kelok namun karena sudah berada di daerah pegunungan yang berudara segar, perjalanan tak terlalu melelahkan. Sepeda saya gowes terus, di beberapa titik yang menarik saya berhenti untuk mengambil gambar sekalian untuk mengambil nafas. 

Bentang alam terlihat mempesona dari pesisir pantainya hingga pegunungan dengan kabut tipis, menjadi bumbu yang menghibur dari rute yang cukup menantang ini. Akhirnya setelah melewati pendakian yang cukup panjang tibalah saya di jalan datar dengan pemandangan sawah-sawah dengan padi yang tampak menguning. 

Sayup-sayup terdengar suara lonceng berdentang berkali-kali dari Gereja yang banyak terdapat di sepanjang jalur trans Flores ini, saya lihat jam di HP waktu sudah menunjukan pukul 18.00. WIT.

Rupanya sawah-sawah tadi adalah sambutan selamat datang untuk saya, karena selepas dari areal pesawahan tersebut pasar Moni sudah tampak di depan mata, setelah sadar bahwa tujuan sudah hampir tercapai, sayapun mulai mencari-cari penginapan dari atas sadel sepeda.

Ditengah pencarian itu saya disapa oleh seorang bule bercelana pendek dengan kemeja coklat yang sedang berjalan menenteng sesisir pisang dan sebotol air mineral. Ia menanyakan dari mana mau kemana. Setelah saya jelaskan, bule bernama David yang berasal dari Kanada itu mulai faham.

Ia bercerita bahwa ia seorang Hitchiker dan memulai perjalanannya dari Larantuka seperti juga saya, kitapun langsung nyambung dalam obrolan di pinggir jalan tersebut, yang satu berkelana dengan sepeda yang satu lagi berkelana dengan cara menumpang kendaraan orang, berangkat dari kota yang sama namun dengan cara yang berbeda!   

Ketika ia bertanya mau nginap dimana, saya bilang belum tahu karena saya baru tiba ditempat ini, ia menyampaikan bahwa ia mendapatkan kamar berharga 60rb permalam di daerah air terjun di pedalaman Moni, Namun setelah dicek via Google maps ternyata tempatnya masih jauh dan sulit untuk diakses oleh sepeda saya, akhirnya kitapun berpisah. 

Saat meneruskan perjalanan tiba-tiba saya ditegur dari seberang jalan oleh seorang Bapak2 yang sedang menggendong anak kecil yang kemudian diketahui bernama Silvester, ternyata ia menawarkan tempatnya. Sayapun mengecek kamar yang disewakan tersebut. Setelah tawar menawar akhirnya kita sepakat dengan harga 200rb permalam dengan fasilitas air panas dan sarapan pagi.

Karena kamarnya cukup besar, sehingga sepedapun diperbolehkan untuk masuk. Mandi adalah pilihan pertama saya ketika semua persayaratan administrasi sudah beres. Sebuah restoran yang cukup representatif saya pilih dengan menu Capcaynya yang berkuah menjadi santapan saya di malam yang dingin itu. Tampak pula dua turis asing yang sedang dikerumuni oleh guide lokal sambil bernyanyi-nyanyi diiringi gitar tua.

Saat pulang ke penginapan pak Silvester tampak sedang berbincang-bincang dengan tamu yang baru datang canvaser sebuah perusahaan rokok. Ditengah perbincangan itu Silvester sempat bercerita bahwa anaknya yang perempuan sedang menuntut ilmu di salah satu perguruang tinggi swasta di Jakarta, mengambil jurusan perpajakan, sehingga ia kerap kesana untuk menjenguknya. Ketika saya tanya apabila anaknya nanti nikah dengan orang sana ikhlas ga? Ia hanya terkekeh.

Kabut mulai turun dan kondisi badan mulai lemas membuat saya harus segera undur diri, namun ia sempat bertanya apakah mau ke danau Kelimutu besok pagi? Saya jawab ya dan saya minta tolong kalau ada ojek boleh juga untuk menjemput saya dipagi nanti, ia bilang disini tidak ada ojek, kalaupun mau sewa saja motor saya, ujarnya. Diapun menawarkan harga 100rb namun setelah nego akhirnya sepakat 75 ribu. 



bike to pulau
Pesawahan menjelang Moni.

bike to pulau
David seorang Hitchhiker asal Kanada.

bike to pulau

bike to pulau

bike to pulau

bike to pulau
Bersambung...

Comments

Popular Posts